Kafir,Ingkar Terhadap Nikmat Dewa ?

Kekafiran itu tidak selalu terkait dengan iktikad agama lain. Kafir itu tidak selalu bermakna ganti akidah. Orang sanggup kafir, dengan tetap berakidah Islam. Jadi, celaan terhadap sifat-sifat kafir dalam Alquran jangan melulu dibaca sebagai celaan kepada umat agama lain. Sebagian dari celaan itu ialah celaan terhadap diri kita sendiri.
“Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur” (QS. Al Baqarah: 152)
'' Sesungguhnya kalau kau bersyukur, niscaya Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan kalau kau mengingkari (nikmat-Ku) maka ketahuilah sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih’.” (QS. 14: 7)
Kafir artinya ingkar, atau menutup diri. Dalam hal kenikmatan, kafir artinya mengingkari banyak sekali kenikmatan yang pernah didapat. Adakah orang yang menyerupai itu? Ada, banyak. Kita mungkin ialah salah satunya.
Hidup setiap insan penuh insiden menyenangkan dan tidak menyenangkan. Tidak ada orang yang hidupnya hanya terdiri dari hal-hal yang tidak menyenangkan saja. Demikian pula sebaliknya, tidak ada orang yang hidupnya dipenuhi hal-hal yang menyenangkan saja.
Otak kita punya prosedur minisasi, yaitu memudarkan kenangan. Pengalaman yang kita lalui setiap detik, perlahan akan memudar. Umumnya banyak sekali pengalaman itu akan memudar dengan cepat. Hanya pengalaman yang tidak biasa yang akan memudar lebih lambat.
Peneliti psikologi Richard Walker dark Winston-Salem University menemukan bahwa pada kebanyakan orang kenangan baik akan memudar lebih lambat dari kenangan buruk. Secara alami demikian mekanismenya. Ini ditambah lagi dengan perjuangan insan mengendalkan pikiran, mengingat hal-hal kasatmata dan melupakan hal-hal negatif.
Ada orang-orang yang justru sebaliknya. Pada mereka kenangan jelek memudar lebih lambat, sedangkan kenangan baik memudar dengan cepat. Artinya, pikirannya dipenuh oleh banyak sekali kenangan buruk. Orang-orang menyerupai ini gampang terkena depresi.
Dalam konteks ayat yang aku kutip tadi, bersyukur maknanya selalu mengingat hal-hal kasatmata dalam hidup kita. Sesuai hasil riset tadi, itu akan menciptakan kita bahagia. Itu ialah aksesori nikmat. Kita pernah menerima nikmat dari banyak sekali pengalaman positif, kemudian menerima aksesori kebahagiaan dengan mengingatnya.
Kafir nikmat artinya melupakan hal-hal kasatmata yang pernah kita alami, serta selalu mengenang hal-hal negatif. Azabnya ialah depresi.
Contoh sederhana ialah soal makanan. Apa definisi kuliner enak? Tidak ada. Definisinya ya suka-sukanya orang yang makan. Kalau berdasarkan ia enak, ya enaklah.
Ada orang yang tetapkan syarat yang tak sanggup digugat untuk definisi kuliner enak. Misalnya, kuliner lezat itu ialah yang pedas. Maka serta merta yang tidak pedas menjadi tidak enak. Bukankah dengan begitu ada lebih banyak kuliner yang ia anggap tidak lezat dibanding yang enak?
Liburan itu tidak selalu membahagiakan. Macet, pesawat terlambat, petugas hotel atau restoran yang tak ramah, cuaca tak bersahabat, dan sebagainya, sanggup menciptakan liburan jadi pengalaman buruk. Tapi kita sanggup memilih, mau menempatkannya sebagai kenangan baik atau buruk. Bukankah pengalaman terburuk sekalipun sanggup kita kenang sebagai pengalaman yang lucu?
Ringkasnya, bersama-sama baik buruknya suatu insiden yang kita alami, lebih banyak ditentukan oleh cara kita memberinya makna. KIta bahkan sanggup memberi makna kasatmata kepada hal-hal yang secara umum dianggap negatif. Kemudian, kita juga sanggup menentukan untuk memenuhi ruang memori kita dengan kenangan baik, atau kenangan buruk. Kita sanggup menentukan untuk bersyukur atau kafir. Bersyukur akhirnya bahagia, kafir akhirnya depresi.
Post a Comment for "Kafir,Ingkar Terhadap Nikmat Dewa ?"